Sunday, March 3, 2013

Fanfiction: STRANGER



Characters/Pairing: Key, Original Characters
Genre: Romance (maybe)
Warnings: none
A/N: maaf sebelumnya kalau ini jelek
STRANGER
Aku menikmati semilir angin yang meniup rambutku. Taman ini cukup ramai, ada beberapa anak yang sedang bermain, pasangan yang sedang mengobrol, dan beberapa kakek dan nenek yang sedang berjalan-jalan sore. Tapi karena aku sedang mendengarkan lagu dari earphone yang terpasang di telingaku, aku tidak bisa mendengar suara mereka dengan jelas dan aku tetap konsentrasi ke dunia ku sendiri.
Tiba-tiba, aku melihat seorang gadis berjalan ke arahku. Matanya melirik ke arah lain, tapi pada akhirnya dia duduk di sebelahku. Sepasang earphone terpasang di telinganya, sama sepertiku. Dia terlihat sangat menikmati lagu yang sedang ia dengarkan sehingga ia tidak peduli dengan hal lain.
Aku pun mencoba untuk tidak memperdulikannya dan berkonsentrasi pada lagu yang sedang kudengarkan, tapi pada akhirnya, aku tetap mencuri-curi pandangan ke arahnya. Senyumnya. Matanya. Rambutnya.
“Maaf, apakah kau keberatan jika aku duduk di sini?” tanyanya tiba-tiba.
Aku mengecilkan volume iPod ku dan melepas sebelah earphone-ku. “Maaf, bisa kau ulangi perkataanmu tadi? Aku tidak mendengarnya,” kataku.
“Apa kau keberatan jika aku duduk di sini?” tanyanya lebih keras.
Aku menggeleng. “Ah, tidak. Tentu saja tidak.”
“Kau terus-terusan melirikku dengan sinis,” katanya.
“Kalau begitu, salahkan mataku. Aku sudah memilikinya sejak lahir,” kataku.
Dia tertawa. “Ah, bukan, bukan. Ini bukan karena matamu, kok. Meskipun kecil, tapi matamu bagus, seperti kucing,” katanya sambil tersenyum ke arahku.
Aku menatap senyum itu. Bagaimana bibirnya terbentuk ketika ia senyum, bagaimana matanya menyipit ketika ia tersenyum, bagaimana sedikit giginya terlihat ketika ia senyum, dan yang paling penting, bagaimana jatungku berdetak, darahku mengalir, dan otakku berhenti berfungsi ketika melihat ia tersenyum.
Semenjak saat itu, aku tahu. Aku menyukainya dan aku menginginkannya.
-=-=-=-=-=-=-=-
Malam itu, aku berbaring di tempat tidurku. Mataku lurus menatap dinding, sementara pikiranku berada di suatu tempat. Gadis itu. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya semenjak aku bertemu dengannya tadi sore. Aku masih ingat ketika ia bilang mataku bagus dan seperti kucing. Dan aku masih ingat ketika aku langsung menatap mataku dengan lama di cermin sepulangnya aku dari taman itu.
Aku juga masih ingat bagaimana perasaanku ketika melihat senyumnya. Dan bagaimana aku sudah memikirkannya semenjak aku melihatnya.
“Ah, aku gila, aku gila, aku gila!”
-=-=-=-=-=-=-
Keesokan harinya, aku pergi ke taman itu lagi di waktu yang sama dan duduk di bangku taman yang sama, berharap gadis itu akan datang lagi. Aku sudah duduk di sini sekitar lima belas menit dan aku sama sekali belum melihatnya. Ah, bodoh! Bagaimana kalau dia tidak datang ke sini setiap hari? Bagaimana kalau dia hanya datang kemarin saja? Kenapa aku berharap bisa bertemu dengannya sekarang?
“Hai.”
Aku menoleh. Dan di sana dia. Duduk di sebelahku, dengan earphone terpasang, dan tersenyum kepadaku.
“Kau datang ke sini setiap hari, ya?” tanyanya.
“Tidak juga,” jawabku. “Kau? Apa kau datang ke sini setiap hari?” tanyaku.
“Tidak juga,” jawabnya, dengan nada yang sama seperti saat aku mengatakannya.
“Lalu, untuk apa kau datang ke sini?” tanyaku.
“Kau sendiri?” tanyanya.
“Karena kau,” bisikku pelan sekali. Aku yakin dia tidak mendengarnya karena dia masih memakai earphone dan dia terlihat menikmati lagu yang sedang ia dengarkan.
Tapi ternyata aku salah, karena dia menoleh ke arahku, tersenyum, dan mengatakan sesuatu dengan jelas, “Sepertinya aku juga.”
Aku terdiam menatapnya.
“Key?” katanya sambil menunjuk ke arah bajuku.
Aku melihat gambar kunci di T-shirt yang kukenakan.
“Kemarin kau memakai kalung bergambar kunci, dan sekarang T-shirt mu yang bergambar kunci,” katanya. “Aku tidak peduli kau suka atau tidak, tapi aku akan memanggilmu Key.”
-=-=-=-=-=-=-=-=-
Sekarang, lagi-lagi aku terdiam di kamarku. Key. Key. Key. Key. Namaku Kim Kibum. Kim Keybum. Wow, ini masuk akal juga. Kata ‘key’ dibaca ‘ki’, Kibum. Gadis itu pintar juga.
Dan aku juga suka ketika dia memaksa untuk memanggilku Key. Dia terlihat seperti gadis yang kuat dan pemaksa. Aku suka gadis seperti itu. Aku suka gadis yang mempertahankan keinginannya seperti itu. Dan aku suka gadis itu.
-=-=-=-=-=-=-=-=-
Keesokan harinya, lagi-lagi aku duduk di taman itu, di waktu yang sama, dan di tempat yang sama. Tak lama kemudian, gadis itu datang, sama seperti sebelumnya. Dengan earphone di telinganya dan senyumnya yang sepertinya selalu terpasang di wajahnya.
Dia duduk di sebelahku, menarik nafas, dan tersenyum lagi. “Hai, Key!”
Aku tersenyum mendengar panggilannya untukku.
“Hey, aku mau mengatakan sesuatu untukmu,” kataku.
Dia mengangguk. “Katakan.”
Aku menarik nafas. “Aku menyukaimu,” kataku pelan.
“Maaf?”
“Kau sudah mendengarnya. Aku tahu kau mendengarnya,” kataku.
Gadis itu menarik nafas lalu menatapku. “Kau mengatakan itu... pada seseorang yang namanya saja bahkan kau tidak tahu?” katanya.
Aku mengangguk. “Nama bukan syarat untuk menyukai atau mencintai seseorang,” kataku.
Dia tersenyum. “Memang.”
“Dan jawabannya? Aku butuh jawaban,” kataku.
“Jawaban untuk apa?” tanyanya.
“Untuk pernyataanku tadi. Kalau aku menyukaimu,” kataku.
“Kukira kau pintar. Masa’ kau tidak tahu jawabannya?” katanya.
“Kalau kau tidak mengatakannya, mana mungkin aku tahu,” kataku.
“Aku tidak mengungkapkannya dengan kata. Aku mengungkapkannya dengan tindakan,” katanya.
“Tindakan? Tindakan apa? Kau tidak melakukan apapun,” kataku.
“Key, kau harusnya sudah tahu. Untuk apa aku datang ke taman yang letaknya jauh hanya untuk menemuimu? Untuk apa aku selalu datang dan duduk di sini kalau aku masih bisa duduk di tempat lain? Tentu saja karena aku menyukaimu,” katanya.
Aku terdiam. Jadi dia menyukaiku juga?
“Yeay!” aku bersorak sambil memeluknya. Dia terlihat kaget pada awalnya, tapi dia langsung tertawa kecil.
“Hey hey hey, jangan senang dulu, aku masih punya satu permintaan!” katanya.
Aku melepaskan pelukanku dan menatapnya.
“Permintaan apa?” tanyaku.
“Aku ingin kita bertemu lebih sering lagi, tidak hanya di taman ini, tapi juga di tempat lain. Dan juga, aku ingin lebih mengenalmu,” katanya.
“Permintaanmu dikabulkan,” kataku. “Mulai besok, kita bisa mengobrol lebih banyak.”
Dia tersenyum senang dan bertepuk tangan pelan. “Kita bukan orang asing lagi kan? Kita bukan... ‘stranger’ lagi kan?” tanyanya.
“Tentu saja tidak, kau yeojachingu ku sekarang!” kataku sambil menunduk dan mengecup bibirnya dengan lembut.

No comments:

Post a Comment