Wednesday, March 20, 2013

Fanfiction: SENJA

Title: Senja
Character: Minho, Kibum
Pairing: MinKey
Genre: Sad
A/N: Ini ga jelas banget, asli. Dibikin di hp gara-gara aku ga ada kerjaan. Dan asli ini geje banget -_-

SENJA
  Hari ini. Sekarang waktunya, pikir Kibum. Kibum yakin sekarang lah waktunya. Dari sejak ia bangun pagi ini, ia sudah punya perasaan yang... berbeda. Kibum mencoba tidak peduli. Ia mengambil semua barang-barang pentingnya dan memasukkannya ke dalam tas sekolah.
  "Kibum-ah, kau sudah selesai? Ayo berangkat sekolah," panggil Minho.
  Kibum mengintip dari jendela kamarnya dan melihat Minho yang berdiri di depan rumahnya.
  "Tunggu sebentar," kata Kibum. Ia turun ke bawah, pamit dan mencium pipi ibu dan ayahnya, lalu pergi ke sekolah bersama Minho.
-=-=-=-=-=-
  Minho melirik Kibum yang sedang tidur di bangku. Kibum sepertinya tidak tertarik dengan guru yang sedang menjelaskan pelajaran di depan.
  "Kibum-ah, kau bisa dimarahi guru," bisik Minho.
  "Aku tidak peduli," kata Kibum. "Pelajaran ini membosankan."
  "Kibum, kita duduk di barisan depan," kata Minho.
  "Ya aku tahu. Memangnya kenapa?" tanya Kibum dingin.
  Minho menghela nafas. "Tidak. Lupakan. Kau lanjut tidur saja."
  Kibum tersenyum lalu melanjutkan tidurnya.
-=-=-=-=-=-
  Bel pulang berbunyi. Semua murid tersenyum bahagia dan cepat-cepat bangkit dari kursi mereka untuk pulang ke rumah, hal yang sudah mereka inginkan sejak bel masuk berbunyi.
  Tapi Kibum mungkin berfikiran lain karena dia tetap duduk diam di bangkunya.
  "Kau tidak pulang, Kibum?" tanya Minho.
  "Aku mau pulang," jawab Kibum. "Tapi maukah kau menemaniku sebentar?"
  "Kemana?" tanya Minho.
  "Ke suatu tempat. Nanti kau tahu sendiri. Ayo."
  Minho tidak punya pilihan lain selain menuruti Kibum.
-=-=-=-=-=-
  Ternyata Kibum hanya membawa Minho ke sebuah taman yang terletak di dekat lingkungan rumah mereka. Dengan ceria Kibum membeli dua buah es krim, satu untuknya dan satu untuk Minho. Mereka lalu berjalan ke suatu tempat yang terletak di belakang taman itu, sebuah tempat kosong yang hanya dipenuhi rumput dan beberapa pohon. Kibum berbaring di rumput dan Minho berbaring di sebelahnya.
  Kibum seperti biasa, membicarakan berbagai hal dengan ceria. Dan Minho juga seperti biasa, mendengarkan Kibum dan memberikan komentar bila diperlukan.
  "Minho, sebentar lagi senja. Mungkin kita bisa lihat saat langit yang awalnya terang berubah menjadi gelap," kata Kibum. "Kau tahu, saat aku kecil, aku penasaran sekali dengan hal ini. Waktu itu aku melihat keluar jendela dan langit masih terang lalu aku kembali bermain. Tapi beberapa menit kemudian, saat aku melihat keluar jendela, langit sudah berubah menjadi gelap. Bukankah itu hebat? Begitu cepatnya langit berubah warna."
  Minho hanya mengangguk mendengar ocehan Kibum. Ia menambahkan, "Saat langit berubah oranye juga bagus. Setelah oranye, berubah menjadi biru, lalu gelap. Itu juga bagus."
  "Ya, kau benar. Itu bagus," kata Kibum, matanya tetap lekat memandang langit. "Oh ya. Aku punya sesuatu untukmu." Kibum meraih tasnya lalu mengambil barang-barang penting yang tadi ia bawa dari rumah. Sebuah buku dengan cover pink dan sebuah kotak kecil.
  "Apa itu?" tanya Minho.
  "Untukmu. Kau lihat nanti ya, terutama buku itu, kau harus melihatnya, ada beberapa hal yang harus kau tahu di sana," kata Kibum.
  "Baiklah." Minho memasukkan barang-barang itu ke tas nya dan kembali berbaring di sebelah Kibum.
  "Minho, aku mau mengatakan sesuatu. Dengarkan, ya," kata Kibum. Ia meraih tangan Minho dan menggenggamnya. Minho mengernyit ketika merasakan tangan Kibum yang begitu dingin.
  "Minho, kita sudah bersahabat semenjak kecil. Aku tahu semua hal tentangmu. Tapi kau tidak tahu semua hal tentangku, walau mungkin sebentar lagi kau juga akan tahu. Itu tidak masalah. Tapi, terima kasih sudah menjadi sahabatku selama ini. Kau sudah membahagiakan ku. Aku tidak akan lupa saat kita bermain game atau menonton film bersama. Atau saat kita pergi dan pulang sekolah bersama. Walaupun kau bisa sangat menyebalkan saat kau menyombongkan diri dan mengejekku yang payah dalam hal olahraga," Kibum terkekeh. "Ah, dan aku juga membuat beberapa gambar untukmu di buku tadi. Kau lihat nanti, ya."
  "Benarkah? Gambar apa yang kau buat, Kibum?" tanya Minho.
  "Kau lihat saja nanti," kata Kibum. Ia bergeser lebih rapat ke arah Minho lalu membisikkan sesuatu di telinga Minho.
  "Saranghaeyo, Minho-ya."
  Minho mengerjap. Ia menoleh ke arah Kibum dengan kaget. Ia tidak menyadari bahwa genggaman tangan Kibum di tangannya sudah melonggar, hingga mereka tidak lagi berpegangan tangan. Ia hanya menyadari mata Kibum yang tertutup dan bibir Kibum yang membentuk senyuman. Minho bergerak untuk mencium bibir Kibum yang dingin.
  "Kibum, bibirmu dingin sekali," kata Minho. Ia menatap wajah Kibum yang pucat lalu matanya membulat. "Eh.. hey, Kibum. Kau tidur?" Minho menggoyangkan badan Kibum. Tidak ada respons.
  "Kibummie, ini tidak lucu." Minho menggoyangkan tubuh Kibum. Tapi Kibum tetap tidak bergerak. Bahkan dadanya yang biasanya bergerak naik-turun dalam ritme yang teratur pun kini tidak bergerak.
  "Kibum? Kibum-ah? Bummie, kau dengar aku? KIBUM!! KIBUM, KAU DENGAR AKU??!!"
  Air mata mulai mengalir dari mata Minho. Ia lalu mengingat apa yang tadi Kibum katakan.
  "....buku itu, kau harus melihatnya, ada beberapa hal yang harus kau tahu di sana."
  Minho segera mengambil buku itu dari tasnya. Ia lalu membuka tulisan terakhir di buku itu.
  Sebelum aku pergi, aku ingin menghabiskan waktu bersama Minho. Pergi ke taman, membeli es krim dan hal semacamnya. Aku tahu dia akan kaget bila aku pergi tiba-tiba. Tapi penyakit ini sudah kuderita selama bertahun-tahun. Mungkin memang sudah saatnya aku pergi. Aku hanya berharap Minho mengerti bahwa aku tidak akan benar-benar pergi. Aku akan terus memperhatikannya dari sana, di manapun aku berada. Dia akan tahu bahwa aku akan selalu bersamanya.
  Minho menangis, ia benar-benar menangis. Kenapa Kibum tidak memberitahunya lebih awal? Mungkin jika begitu ia akan menghabiskan waktu lebih banyak dengan Kibum. Minho mendongak dan menyadari bahwa langit sudah berubah gelap.
  Ia ingat bahwa beberapa menit lalu Kibum masih bercerita padanya dengan ceria. Ia juga ingat bahwa beberapa menit lalu, langit masih terang. Mungkin sama seperti senja, pada awalnya ia terang tapi dengan cepat ia berubah menjadi gelap. Begitupun Kibum, awalnya ia masih mengobrol dengan Minho, tapi sekarang ia sudah pergi. Kibum sudah pergi bersamaan dengan hilangnya matahari dan terang.
-END

No comments:

Post a Comment